Sebuah Gaun

Oleh: Ulva Maqfiroh 

Matahari bersinar cerah hari itu...

Burung merpati beterbangan kesana kemari ,sayapnya berkepak menambah melodi ditengah angin yang berhembus tenang. Sepasang kaki mungil melangkah tanpa memakai alas, tampak basah terkena embun rumput dihalaman rumah berlantai dua itu, melompat-lompat mengikuti gerakan tubuh seorang anak berusia 9 tahun yang tengah terbata mengingat latihan tarinya minggu lalu.

“HUFFFFTT... harusnya aku tetap latihan , sekarang aku lupa semuanya!” Kata Lusi kesal menendang pot di depannya.

“ Ahaa... aku akan melaporkannya pada Ibu Jane!” seru seseorang yang tiba-tiba datang, dia tampak seumuran dengan Lusi dan memandangnya penuh kebencian, sebaliknya Lusi menatap anak didepannya itu dengan sinis.

“Jadi sejak tadi  kau mengawasiku, untuk apa? Kekurangan ide atau kau memang tak cukup kuat dan takut aku akan lebih baik darimu?, cihh .. kau benar-benar menyedihkan Hannah.” Ejek Lusi

“ Aku?, kalah darimu?, nggak ada yang akan ngakuin omong kosongmu itu.” Balas Hannah

“Kita lihat saja nanti, apa kau bisa menang dengan semua usahamu?, mencuri gaunku malam-malam, Kau pikir aku tidak tau?, Kau pikir aku sebodoh itu?”

Hannah baru saja akan membuka mulutnya , tapi panggilan dari dalam rumah menghentikan pertengkaran mereka, “Hannah, Lusi... apa yang kalian lakukan di situ , cepat masuk dan habiskan sarapan kalian!” teriak Ibu Jane yang wajahnya terlihat marah sekaligus kelelahan , matanya menatap dua gadis munggil itu berjalan kearahnya , sekilas mereka berdua seperti saudara kembar, rambut panjang mereka terkepang ,sama-sama memiliki poni, dan gaun biru selutut  sangat seirama untuk mereka ,” apa kalian tidak bisa akur untuk sekali saja?” kata Ibu Jane dalam hati ketika baik Lusi ataupun Hannah sudah duduk bersama anak-anak panti lainnya.

 Lima belas menit berlalu, ketika semua anak bergegas mengambil tas di lantai atas kecuali Lusi masih         terdiam dikursinya menatap kosong mangkuknya seolah ada sesuatu yang salah ,”Kau masih tampak pucat , sebaiknya hangatkan dirimu dikamar.” Saran Ibu Jane , “Aku akan mengantarnya” usul Sandy , Sandy adalah anak tertua di Panti umurnya sekarang sudah menginjak 19 tahun.

“Kakimu sakit?” Tanya Sandy pada Lusi ketika mereka menaiki anak tangga, Lusi tak menjawab pertanyaan itu ,matanya kini menatap tajam pada orang yang berada di ujung tangga ,Hannah dengan tas sekolahnya ,sempat terkejut tapi kemudian bergegas mengikuti rombongan anak lain yang akan segera berangkat pagi itu.

“Aku tau dia yang mengambilnya.” Kata Lusi

“Jadi itu yang kalian pertengkarkan akhir-akhir ini?” Tanya Sandy, Lusi mengangguk namun tatapannya masih belum lepas dari Hannah yang mencengkeram erat tas punggungnya.

Sepanjang perjalanan itu Ia hanya bisa menatap keluar dari jendela bus, di dalam tasnya terlipat gaun ,gaun yang amat cantik dan mau tak mau Hannah memiliki banyak pertanyaan ,darimana Lusi mendapatkannya?, apa Ibu Jane yang membelikannya?, tapi kenapa aku tidak? , tapi hari ini aku bisa menggunakannya tanpa ada Lusi.

Benar saja, saat ekstra tari dimulai siang itu ,sama halnya dengan teman-temannya yang berganti pakaian Hannah bersemangat membawa gaun itu menuju kamar ganti dan bergegas mengganti setelan seragamnya ,”ini luar biasa, gaun ini sederhana tapi sangat cocok untukku” Kata Hannah pada pantulan dirinya dalam cermin.

“Gaun yang cantik Hannah”

“woow, dimana kau membelinya?”

Semua orang dalam ruang ganti itu tak henti bertanya tapi Hannah hanya tersenyum karena saat itu juga kepalanya terasa berat dan menyakitkan hingga Ia terjatuh tak sadarkan diri.

Hutan itu lebat, gelap,dan menyeramkan, hanya ada suara daun kering yang berkeresak sedang kepalanya masih berdenyut menyakitkan, tubuhnya terbaring diatas tanah dingin bahkan langit pun tertutup pohon-pohon yang tumbuh menjulang hingga ia tak mampu melihatnya. Hannah berharap ini semua hanya mimpi maka ia memejamkan matanya lagi berpikir bahwa mungkin saat ia bangun dan akan menemukan dirinya berada di kamarnya sendiri ,namun setelah beberapa menit memejamkan mata suasana disekitar tak berubah menjadi hangat seperti yang Hannah bayangkan dan untuk kedua kalinya ia menyadari bahwa dirinya terbaring lemah di tengah hutan yang bahkan ia tak paham menggapa dan apa yang membawanya ke tempat semacam ini.

“Tolong” kata Hannah

Tapi semua tetap sunyi sampai akhirnya Hannah mendengar suara langkah kaki, langkah kaki itu semakin mendekat ketitik dimana dirinya terbaring,  semakin dekat hingga Hannah sekarang bisa tau siapa pemilik suara langkah itu. Seorang anak dengan terusan berwarna biru muda , memakai sepatu dan kaos kaki mencapai lutut,  dengan rambut panjang tergerai tak seperti biasanya ,Hannah tau ... bahwa itu Lusi ...

Tapi Lusi tak berhenti ataupun melihatnya, melainkan terus berjalan menuju salah satu pohon berakar besar yang tampak seperti gua dan memasukinya tak lama kemudian Lusi keluar ,membawa lipatan putih kebiruan ,namun pada detik berikutnya selusin bayangan hitam ikut keluar dari gua akar itu ,melesat begitu cepat siap menyerang ,tapi anehnya bukan kearah Lusi melainkan menuju dirinya yang terbaring.

“Argggggghhhh...”

“ Bukan aku yang mengambilnya tapi anak itu!”

“ kalian salahh !”

“Hannah”....” sadarlah, apa kau baik-baik saja?”

Hannah membuka matanya, sekarang ia berada di ruang tengah rumah panti itu ,masih terbaring tapi kali ini bukan diatas tanah ataupun dihutan lebat, Ibu Jane ,Sandy ,dan juga Lusi mengelilinginya

“Apa kau baik-baik saja?, kau pingsan di sekolah dan  Bu Paul mengantarmu pulang”  Tutur Sandy

“Kak Sandy , lihatlah itu gaunku, gaun yang kumaksud!” seru Lusi

“Lusi, kita bisa membahasnya, tapi bukan sekarang!” bentak Ibu Jane

“GAUN INI BUKAN MILIKMU ,KAU MENGAMBILNYA DARI TEMPAT YANG TERLARANG!” kali ini Hannah sudah tak tahan dan berteriak sangat keras , ia bangkit berjalan menuju kamarnya dan melepaskan gaun itu , lalu ia kembali ke ruang tengah

“Ambil gaun yang kau bilang ini milikmu dan rasakan akibatnya!” kata Hannah menyerahkan gaun itu dan beranjak masuk ke kamarnya lagi, aneh tapi rasa sakit di kepalanya langsung hilang setelah ia melepas gaun , berganti dengan pakaiannya sendiri dan ia semakin yakin bahwa ada yang salah  dengan benda itu.

“Sandy, ayo kita lanjutkan pekerjaan kita” Sahut Ibu Jane yang seketika membuat Sandy sadar dari lamunannya

“Ohhh... Hahh?, Emm.. baiklah” jawabnya mengikuti langkah Ibu Jane menuju dapur.

Hanya tinggal Lusi sendiri ,ia memandangi gaun ditangannya

Satu minggu berlalu Lusi bahkan telah kembali masuk sekolah ,bersama anak-anak lainnya seperti biasa ia sarapan lalu mengambil tas sekolahnya. Jarum jam sudah menunjuk angka delapan lebih sepuluh menit saat Lusi baru akan membuka kenop pintu sayup-sayup terdengar percakapan dari dalam kamarnya itu ,ia terpaku  mencoba mendengarkan, namun percakapan itu terdengar asing

“ARRRRggggghh!”  sontak Lusi  berteriak mengejutkan semua orang dilorong itu, kedua tangan menutupi telinga ,matanya terpejam ,dan ketakutan.

“Ada apa Lusi , apa kau baik-baik saja?!” tanya salah satu anak yang kamarnya berseberangan dengan kamar Lusi , Ia tampak kebingungan memegangi bahu Lusi yang sekarang sudah gemetar hebat.

“di dalam sana” kata Lusi lirih ,”ada seseorang di kamarku!” lanjutnya ketakutan, tanpa ragu anak itu membuka pintu kamar lebar-lebar ,”tidak ada siapapun , kau bercanda pasti, ini tidak lucu!” sergahnya mengambil tas punggungnya yang terjatuh dan menuruni tangga. Semua anak yang tadinya berkerumun langsung bubar tak mempedulikan Lusi ,” aku serius, aku sempat melihatnya bayangan hitam, kalian harus percaya!” teriaknya

“Aku percaya” sahutan itu muncul , itu Hannah yang sudah siap dengan seragam dan tas punggung ditangan kanannya, ia duduk dilantai mengenakan kaus kaki selututnya. “ Cepat ambil tasmu ,hanya tinggal kita berdua disini” kata Hannah yang kali ini mengenakan sepatunya.

 

Kejadian hari itu tak berhenti begitu saja, Lusi benar benar merasa dihantui yang menurutnya bayangan hitam itu tak akan membuat hidupnya tenang terkadang ia melihat di kamar mandi, di lorong kamar, dan di bawah tangga.

“Kau harus mengembalikan gaun itu” Kata Hannah suatu hari saat mereka berdua dalam perjalanan menuju sekolah, Bus tua yang mereka naiki berderu keras jadi anak-anak lain tentu saja tak mendengar percakapan kecil itu.

“Well... Kau benar memang sudah semestinya begitu” Jawab Lusi menunduk

Hannah tersenyum, “Aku tau, itu memang gaun yang bagus, mau tak mau aku menyadari kadang-memang kita memiliki kesukaan yang sama”

“Iya” Kata Lusi, “ terimakasih kau mau tidur di kamarku tadi malam, aku tak pernah bisa senyenyak itu ,setidaknya setelah beberapa hari dan bayangan yang selalu muncul”

Pukul 20.00

“Malam ini?” Hannah terkejut, ia baru saja memasuki kamar Lusi mengenakan terusan merah muda dan sweater rajutan ,jelas betul dirinya telah bersiap-siap untuk tidur  sebelum akhirnya Lusi mengetuk kamarnya dan mengajaknya bicara.

“Yaa...lebih cepat lebih baik” Jawab Lusi masih sibuk mencari sesuatu dalam lemarinya

“Tap- tapi...

“kenapa? Bukankah kau yang mengusulkannya pagi tadi?” Lusi berbalik menatap Hannah dengan alis kanan terangkat

“Aku tak mau, kita bisa melakukannya hari minggu pagi, malam-malam? Itu benar-benar ide buruk Lusi, kau tau?” bantah Hannah yang sekarang tampak benar-benar ketakutan membayangkan hutan yg ada dalam mimpinya itu.

“Hahhh, mana mungkin kita melakukannya saat rumah benar-benar akan dipenuhi orang yang bersantai” sahut Lusi

“Tunggu...rumah katamu?, kau tidak mengambil gaun itu di hutan mengerikan yang...

“Hutan?” potong Lusi ,”aku menemukan gaun ini di loteng”lanjutnya bingung melihat Hannah

“Hahhhh?!”

Lusi sudah tak mempedulikan ekspresi Hannah lagi, ia meraih tas punggungnya dan menarik tangan Hannah untuk mengikutinya keluar kamar dan mereka mulai melewati lorong lorong pintu kamar anak panti lainnya yang lampunya sudah dipadamkan ,” aku tak percaya, apa kau terbiasa melakukan hal ini, mengendap-endap dimalam hari, mencari sesuatu yang bahkan kau sendiri tidak tau?” bisik Hannah ,” tapi benarkan, aku bahkan menemukan gaun yang bagus” jawab Lusi ,”Omong kosong!, gaun itu malapetaka” Kali ini Hannah tak menyadari bahwa suaranya melengking, mereka hampir sampai di tangga yang akan mengantar mereka ke atap,namun tiba-tiba terdengar suara pintu yang menjeblak terbuka dengan kasar di belakang mereka ,Hannah mencengkerem erat-erat tangan Lusi dan benar saja bayangan hitam itu muncul saat mereka menoleh dan menatap lantai ,”Lariiii!” teriak Hannah menuju tangga yang menurun menuju ruang tengah dan menuruninya sementara Lusi hanya diam, kakinya seperti melekat di tempat itu, ia mencengkeram tas punggungnya kuat sekali, apa yang harus ia lakukan ,apa ia harus mengeluarkan senter yang ia bawa?, apa makhluk bayangan ini takut cahaya?

“Kak Sandy?” Lusi menyipitkan matanya terlihat Sandy berjalan menuju kearahnya dengan tangan di kepala, Ia tampak kesakitan,” Haduhhhh, pintu itu memang harus diperbaiki secepatnya!” keluh Sandy “Ehhh? Lusi?, apa yang kau lakukan disini,kau belum tidur?”

“Errr...Kak Sandy tau mengenai gaun itu, sebenarnya itu bukan milikku aku mengambilnya tanpa izin dan aku ingin mengembalikannya di loteng, seperti semula”  Lusi menyadari bahwa akan lebih baik ia untuk jujur kali ini dan berharap setidaknya Kak Sandy akan menemaninya, Sandy menatap Lusi sejenak dan berhenti mengusap kepalanya. “Kau bertemu orang yang tepat kalau begitu” Jawab Kak Sandy tersenyum,”Gaun itu milikku ,ketika seusiamu ,awalnya aku bingung harus memberikannya pada siapa karna yang kutau kau dan Hannah sama-sama akan menyukainya, jadi kuputuskan untuk menyimpannya di Loteng”

“Be- begitukah?” tanya Lusi

Keesokan Paginya....

Ibu Jane dengan wajah berseri-seri mengumumkan bahwa akhir pekan ini akan ada kunjungan ke museum dan pantai, sontak saja sarapan pagi itu menjadi amat menyenangkan tak terkecuali 2 anak yang akhir-akhir ini...

“Apa yang Ibu lihat?” tanya Sandy

“Mereka berdua, tak kusangka akhirnya mereka berdamai” Ibu Jane tersenyum tetapi matanya tak bisa lepas memandang ke seberang meja dimana Lusi dan Hannah sibuk membicarakan kira-kira pantai mana yang akan mereka kunjungi diakhir pekan.

“Ibu tau?, itu berkat gaunku” sahut Sandy

“Gaun?” Ibu Jane menatap Sandy dengan heran

“Yaa, gaun itu banyak memberi mereka pelajaran mengenai rasa bersalah, aku tidak menyangka akan seperti itu, tapi aku cukup heran menggapa mereka memiliki imajinasi yang sama, Hannah ...dia mencuri gaun itu dari Lusi dan dia bermimpi mengenai sesuatu yang menyeramkan ,lalu Lusi dikemudian hari Ia mengaku bahwa apa yang ada dalam mimpi Hannah ada di bawah atap rumah ini, apa Ibu percaya?”

“Kenapa kau mesthi memikirkannya, bukankah bagus jika mereka bisa berdamai ,itu hanya sebuah imajinasi,wajar jika seseorang memilikinya, terlebih jika kau merasa ketakutan akan hal yang tak semesthinya kau lakukan, seperti mereka ,setelah ini mereka akan mengerti sebuah pepatah ‘Jangan sesekali Mengambil Barang yang Kau rasa Bukan Milikmu’” .  

                                                           THE  END

 

 

Sebuah Gaun Sebuah Gaun Reviewed by Alus DIY on Februari 13, 2021 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.