Resensi Buku "Membicarakan Feminisme"


“Membicarakan Feminisme: Sebuah refleksi dunia feminisme”


Identitas Buku

Judul : Membicarakan Feminisme

Penulis            : Nadya Karima Melati

Penerbit           : EA Books

Cetakan           : Kedua

Tahun Terbit : 2020

ISBN : 978-623-91089-0-8

Tebal : xiv + 254 halaman

Harga : Rp. 70.000,-


Mengapa manusia masih dibeda-bedakan karena gendernya? Mengapa manusia masih menderita padahal sudah ada negara? Pertanyaan-pertanyaan itulah yang mengantarkan Nadyazura -sapaan akrab panulis- kepada feminisme. Awal perjalanan menjadi seorang feminisme mengharuskannya mengalami love hate relationship dengan ibunya sendiri, sebab tidak seperti apa yang ibunya yakini, mempelajari feminisme bukan berarti menjadikannya lebih feminin. Feminisme menghadapkannya kepada persoalan-persoalan mendalam mengenai perempuan, bukan saja tentang hubungan anak-ibu yang pada sebagian kasus kerap terjerat dalam love hate relationship sebagaimana yang ia alami, melainkan jauh ke pendefinisian mendasar, yakni ‘perempuan’. 

Feminisme mengajaknya menyelam ke dalam palung pemikiran, terus menerus diliputi rasa penasaran akan ‘seperti apa manusia itu sebenarnya?’ dan memberikannya jawaban atas berbagai problema yang menurut kebanyakan orang tidak memiliki jawaban. Feminisme menuntunnya menemukan jalan untuk berjuang di atas dunia yang ‘terlanjur patriarki’ bersama orang-orang yang ia sebut sebagai teman-teman terbaik.

Apa sebenarnya feminisme itu?

Feminisme merupakan suatu paradigma, sebuah pemahaman komprehensif tentang keadilan berbasis gender yang dapat digunakan sebagai pijakan berpikir, gerakan, ataupun kebijakan. Feminisme tidak selalu tentang perempuan, meski memang pada awal kemunculannya di New York tahun 1848 feminisme digunakan sebagai nama gerakan sosial yang mengusung hak-hak perempuan. Oleh karenanya feminisme tidak dapat dilepaskan dari hal-hal keperempuanan.

Feminisme termasuk ke dalam pemikiran modern yang ikut berperan sebagai instrumen analisis ketika membicarakan identitas perempuan dan posisinya sebagai warga negara. Sebagai pemikiran modern, feminis memang erat kaitannya dengan liberalisme, marxisme, dan sosialisme. Akan tetapi kehadiran feminisme bukan antitesis maupun hasil replika dengan penambahan kata “perempuan” dari pemikiran-pemikiran yang sudah ada. Feminisme memiliki epistimologinya sendiri. Meski pemikiran feminisme memiliki ragam yang berbeda-beda bahkan tak jarang pula menimbulkan kontradiksi satu sama lain tidak menjadikan feminisme monolitik. Semua bergerak atas landasan dasar yang tidak bisa diganggu gugat: perempuan tertindas.

Feminisme sebagai gerakan sosial bertujuan menciptakan kesetaraan gender yang meliputi ekspresi, identitas, dan peran. Feminisme hadir untuk melawan patriarki dan membuat  perempuan serta gender nonmaskulin lainnya diakui sebagai manusia seutuhnya dan tidak lagi tertindas. Gerakan feminisme bersifat nonkompetetif. Merupakan sebuah miskonsepsi jika kehadiran feminisme dianggap sebagai upaya untuk menjadikan gender maskulin –dalam hal ini adalah laki-laki, sebagai musuh. Feminisme tidak bergerak dalam lingkaran persaingan, sebab tujuan feminisme adalah merealisasikan perempuan, laki-laki, dan gender lainnya hidup dalam berdampingan, harmoni, adil, dan setara.

Membicarakan Feminisme karya Nadya Karima Melati adalah buku yang memuat kumpulan esainya yang tersebar di berbagai media daring. Setidaknya terdapat 50 judul esai singkat yang apabila ditilik secara mendasar memiliki kesamaan benang merah yaitu “melihat dan menyikapi dunia dari perspektif seorang feminis”. ‘Membicarakan feminisme’ sendiri merupakan pilihan yang tepat untuk dijadikan judul buku, sebab ketika membaca buku ini, kita seakan diajak penulis untuk berdialog dan berpetualang menjelajah isu-isu feminis serta berkaca bahwa kesetaraan dan keadilan gender, terutama di Indonesia, masihlah menjadi sebuah perjalanan panjang. 

Kumpulan esai dalam buku ini dikelompokkan menjadi empat bab pembahasan. Pada bab pertama, kita akan melihat kerangka awal feminisme. Sebagai seorang sejarawan feminis ia berhasil menautkan antara feminisme dengan ilmu sejarah –yang menjadi latar belakang pendidikannya, secara apik. Memahami feminisme dengan kacamata ilmu sejarah penting kiranya agar menghindarkan kita dari mispersepsi dan buta sejarah. Bab kedua mengangkat tema penerapan feminisme pertama, yaitu mengenai hak asasi manusia perempuan dan penguraian sederhana tentang pembedaan gender di masyarakat mulai dari kejahatan seksual siber yang minim penanganan hukum dan keberpihakkannya kepada korban, hingga kasus Reynhard Sinaga dalam perkosaan terhadap lelaki yang disebut oleh pengadilan Inggris sebagai kasus perkosaan individu terbesar dalam sejarah dunia berdasarkan jumlah korban.  Bab ketiga adalah penerapan feminisme ketiga, tentang gender dan seksualitas, terutama LGBT yang dikaji berdasarkan kajian gender dan feminisme. Dan bab terakhir berisi refleksi atas feminisme, bagaimana lensa perjalanan hidup dari seorang feminis, sikap seorang feminis dalam mengkritisi kebijakan pemerintah, hingga memahami dan menerima pengalaman orang lain.

Dengan kritis, penulis berhasil menyampaikan realitas-realitas kehidupan yang kerap dialami oleh perempuan dan gender nonmaskulin lainnya, yang seolah-olah memang begitu adanya –atau yang penulis gambarkan dengan ungkapan terlanjur patriarki. Buku ini membantu kita, para pembaca, untuk berpikir secara bijaksana serta merefleksikan kembali hal-hal yang sadar atau tidak terjadi di sekitar kita, sesuatu yang dianggap naluriah sehingga diterima begitu saja. Padahal, jelas-jelas problematis, timpang, dan penuh akan ketidakadilan. 

Membicarakan Feminisme hadir untuk siapa pun yang ingin mempelajari dan mendalami feminisme. Buku ini menjadi salah satu rekomendasi bahan bacaan penting untuk  siapa pun yang hendak mencari tahu ‘apa itu feminisme?’ Kumpulan esai dalam buku ini tergolong ringan. Meskipun bagi golongan pembaca awal mungkin akan sedikit banyak menjumpai istilah-istilah ilmiah yang asing dan baru, namun sesungguhnya tulisan-tulisan di dalam buku ini sangat mudah untuk dipahami. Pada akhirnya, sebagaimana sebuah ungkapan buku adalah jendela dunia, Nadyazura dengan Membicarakan Feminisme-nya turut memberikan sumbangsih pemikiran tentang feminisme dan perkembangannya, maka dengan membacanya kita ikut serta dalam upaya memahami isi dunia, terutama dunia feminisme.

Resensator: 

Naufal Attaqy Alfarisy, mahasiswa Sejarah Kebudayaan Islam UIN Sunan Kalijaga angkatan 2019. Buku yang telah terbit berjudul Bila Puisi Ini Sampai Padamu: Kumpulan puisi (Bogor: Guepedia Press, 2019).



Resensi Buku "Membicarakan Feminisme" Resensi Buku "Membicarakan Feminisme" Reviewed by Alus DIY on Juli 25, 2021 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.